
Kopi Tanjung Dolok Menembus Pasar Ekspor Singapura dan Dubai
TAPANULI SELATAN, GJI.or.id – Desa Tanjung Dolok, Kecamatan Marancar merupakan salah satu sentra produksi kopi di Kabupaten Tapanuli Selatan. Sempat ditinggalkan petani namun kini mulai bangkit dan berhasil menembus pasar Singapura dan Dubai.
Ketua Kelompok Usaha Bersama Tanjung Dolok, Viktor Romatua Pasaribu ketika diwawancarai pekan lalu mengatakan, potensi kopi di sini sangat besar. KUB Tanjung Dolok kini memiliki 17 anggota yang mengelola sekitar 23 hektare.
Kopi yang dibudidayakan di desa ini mayoritas umumnya jenis robusta. Namun demikian, ada juga kopi arabika. Selain mengolah kopi dari petani di Desa Tanjung Dolok, pihaknya juga mengolah kopi dari desa sekitar seperti Sugi, Suka Ramai, dan Aek Nabara.
“Sayang kalau hanya fokus pada robusta, padahal arabika juga punya nilai jual tinggi. Jadi, kami juga mengolah Arabika dan memprosesnya di sini,” jelasnya.

Dijelaskannya, KUB Tanjung Dolok baru berjalan satu tahun dengan jumlah yang diolah mencapai 3 – 3,5 ton. Menurutnya, mengawali kerja-kerja KUB Tanjung Dolok tidaklah mudah. Namun beruntungnya didukung lembaga lain.
Dikatakannya, ada dua lembaga yang kini mendukungnya seperti Pelestari Ragamhayati Cipta Fondasi (PRCF) dan Sumatera Rainforest Institute (SRI). Menurutnya, hasil dari pendampingan kedua lembaga tersebut sangat dirasakan masyarakat.
KUB Tanjung Dolok sudah berhasil mengekspor kopi ke Singapura, Afrika dan juga Dubai. “Kami sudah kirim sampel ke Dubai, bahkan pihak Microsoft di sana sedang uji coba cita rasanya. Kita sekarang menunggu informasi lanjutan,” ungkapnya.
Viktor menambahkan, yang masih menjadi tantangan adalah pemahaman di masyarakat tentang teknik budidaya hingga pasca panen. Selama ini petani umumnya hanya mengetahui menanam, panen, mengeringkan lalu menjualnya.
Kehadiran KUB Tanjung Dolok adalah membantu petani untuk meningkatkan kapasitasnya dalam hal tersebut hingga pemasaran. Namun situasinya secara perlahan mulai berubah. Petani mulai mengerti bahwa pengolahan yang baik akan membawa hasil yang juga baik.
“Saya ingin masyarakat belajar semua prosesnya,” katanya.
Masalah lain adalah pupuk. Saat ini, belum semua petani menggunakan pupuk organik. Hal tersebut berkaitan dengan tingkat kepercayaan terhadap pupuk organik. Namun demikian, petani sudah pernah mengikuti pelatihan pembuatan pupuk organik.
Menurutnya, saat ini petani mulai merasakan dampak positif dari keberadaan lembaga-lembaga yang mendampingi mereka. Kopi, lanjut dia, kini tidak hanya sekedar potensi karena sudah terbukti memiliki daya saing di tingkat lokal maupun di internasional.
Leave a Comment
You must be logged in to post a comment.