
Merancang Pusat Pendakian Gunung Lubuk Raya, Ini Persiapannya
TAPSEL, GJI.or.id – Ada beberapa hal yang perlu disiapkan oleh Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Permata Hijau di Desa Marancar Godang, Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan untuk mewujudkan pusat pendakian Gunung Lubuk Raya (1.862 mdpl). Mulai dari kesiapan alam dan juga masyarakatnya.
M. Iqbal Nasution dan Taufik Germatsyah dari Yayasan Cinta Alam Ekosistem Indonesia (Cendana) selama dua hari bersama masyarakat desa membahas tentang Langkah-langkah mewujudkan cita-cita mereka untuk bisa hidup sejahtera dengan alamnya tanpa harus merusak dan mengambil manfaat sekaligus melestarikan dan melindunginya.
Menurut Iqbal, konsep ekowisata adalah yang paling tepat. Masyarakat, berkeinginan menjadikan desanya sebagai pusat pendakian, penelitian dan edukasi Gunung Lubuk Raya, sebagai gunung tertinggi di Tapauli Selatan di dalam Kawasan Suaka Alam Lubuk Raya (2.982,7 ha), meliputi Kecamatan Angkola Timur, Angkola Barat, Marancar, dan Batang Toru.
“Materi yang kita sampaikan adalah P3GD atau pelatihan pertolongan pertama dalam gawat darurat. Ini agar masyarakat memahami dan memiliki kesiapan menghadapi situasi darurat,” katanya.
Materi lainnya tentang memahami batas wilayah dan pengembangan wisata berbasis konservasi. Menurutnya, pertemuan selama dua hari ini merupakan titik awal masyarakat membangun ekowisata yang aman dan berkelanjutan. Pendakian, lanjut dia, adalah aktifitas luar ruang di Kawasan hutan yang menjadi habitat satwa liar, dan alam yang berat.
“Penting bagi masyarakat di sini untuk memahami atau memiliki kapasitas dalam mengelola resiko, tanggap darurat. Ini juga untuk meminimalisir terjadinya potensi bahaya,” katanya.

Dalam kegiatan itu, pihaknya juga memberi materi tentang pengenalan alat dan juga simulasi tanggap darurat, pengenalan simpul dasar tali temali yang akan membantu jika terjadi kendala dalam pendakian. Kemudian pembuatan tandu dan praktik memandu untuk evakuasi korban dalam situasi darurat misalnya patah tulang atau masuk jurang.
“Kemudian dasar-dasar repling. Tapi ini tidak jadi dilakukan karena kondisi dan cuaca yang kurang mendukung,” katanya.
Dikatakannya, selain aspek keselamatan, pihaknya juga membahas aspek pengelolaan lading dan pekarangan rumah sebagai sumber ekonomi alternatif. Hal tersebut menurutnya selaras dengan kegiatan ekowisata pendakian ini dalam hal keseimbangan ekosistem dan perekonomian warga.
Iqbal menambahkan, selama 2 hari pelatihan pihaknya melihat antusiasme warga terkait dengan rencana membuka pusat pendakian Gunung Lubuk Raya. Hal tersebut sudah menjadi modal awal dan penting untuk menjadikannya sebagai daerah wisata minat khusus. “Untuk ke sini, dari Padangsidimpuan hanya sekitar 30 menit. Waktu pendakiannya sekitar 4 hingga 6 jam. Nah, keanekaragaman hayatinya sangat menarik bagi pendaki dan juga peneliti,” katanya.

Dia optimis keinginan masyarakat akan terwujud. Hal tersebut tidak lepas dari upaya kuat masyarakat mengembangkannya secara serius dan bertanggung jawab. Menurutnya, diperlukan regulasi yang ketat yang mengatur tentang barang bawaan tamu yang akan mendaki, kemudian mendata logistic apa saja yang berpotensi menjadi sampah.
“Pengelola harus ketat dalam penanganan sampah, misalnya. Apa saja barang yang dibawa dari bawah, harus dibawa turun lagi, jangan sampai ada sampah ditinggal di atas. Ini penting untuk menjaga Kawasan ini tetap lestari,” katanya.
Begitupun dengan guide atau pemandu pendakian. Dibutuhkan peningkatan kapasitas terkait hal-hal penting dan juga teknis di lapangan misalnya ketika membawa tamu dari luar yang memiliki karakter berbeda. “Para guide ini harus didampingi hingga bisa mandiri nantinya. Ini juga tidak kalah pentingnya karena mereka yang bersama dengan tamu dan bertanggung jawab besar di sini,” katanya.

Banyaknya Akses Pendakian
Menurut Iqbal, salah satu tantangan dalam mengelola pendakian Gunung Lubuk Raya ini adalah banyaknya pintu masuk ke kawasan pendakian. “Kalau satu pintu masuk, ya satu aja. Di sini banyak pintu masuknya. Ini agar lebih mudah dikontrol. Jangan dibiarkan tanpa koordinasi, karena bisa berdampak buruk terhadap ekologi,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Gunung Lubuk Raya (1.862 Mdpl) yang terletak di Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki kekayaan alam yang sangat asri mulai dari air terjun, hutan belantara, hingga orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis). Di sepanjang pendakian juga terlihat hamparan lumut dan rotan.
Di puncak, pendaki akan disuguhi sensasi dekat dengan awan, pemandangan alam yang sangat indah membentang luas. LPHD Permata Hijau, Sarekat Hijau Indonesia (SHI) Sumatera Utara, dan JAMM (Jaringan Advokasi Masyarakat Marjinal) bersama Green Justice Indonesia (GJI) berupaya menjadikannya pusat ekowisata pendakian, pendidikan, dan penelitian.
Ide dan gagasan ini sudah lama dirancang masyarakat dan akan dikelola masyarakat dan anak-anak muda yang tergabung di LPHD Permata Hijau. “Benar kita mau membuat pendakian, pendidilan, dan penelitian di Gunung Lubuk Raya, saat ini kita dibantu secara bersama-sama dengan GJI dan SHI Sumatera Utara serta JAMM,” ujarnya.
Dikatakannya, titik masuk pendakian dari Dusun Suka Mulia, Desa Marancar Godang. Dari titik ini, rutenya tidak terlalu curam dan bisa untuk wisata keluarga. “Untuk camping ground nya nanti bisa dibuat lapangan yang sudah ada di Dusun Suka Mulia,” ungkap Sekretaris LPHD Permata Hijau, Anwar Harahap didampingi ranger pendakian, Roni Siregar.
Anwar mengatakan, jika hal tersebut terwujud diharapakan menjadi salah satu sumber penghasilan masyarakat khususnya anak muda. Hal tersebut juga sebagai upaya menjaga kelestariannya.
Ketua DPW SHI, Hendra Hasibuan mengatakan pihaknya memfasilitasi masyarakat dan anak-anak muda merancang usulan pembuatan kawasan ekowisata. Usulan tersebut nantinya disampaikan kepada instansi yang berwenang.
Dia berharap mendapat dukungan dari Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan, apalagi bupati dan wakil bupati baru saja dilantik. “Semoga ini akan menjadi salah satu program Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan ke depan,” kata Hendra Hasibuan yang juga Koordinator JAMM.
Hendra menambahkan, untuk mempromosikan lokasi tersebut, di Dusun Suka Mulia, Desa Marancar Godang akan menggelar peringatan Hari Bumi pada 22 April 2025 bekerjasama dengan instansi terkait dan sejumlah komunitas mulai dari NGO, kader konservasi hingga kelompok pecinta alam se-Sumatera Utara.
“Peringatan Hari Bumi Sedunia itu nanti untuk memperkenalkan Pusat Ekowisata Pendakian, Pendidikan, dan Penelitian di Kabupaten Tapanuli Selatan,” ujar Panut Hadisiswoyo, Direktur Green Justice Indonesia (GJI), didampingi manajer program, Sofyan Adly.
Suaka Alam Lubuk Raya merupakan habitat bagi harimau sumatera, tapir, orangutan tapanuli, dan owa/ungko. Suaka Alam Lubuk Raya memiliki potensi wisata alam, seperti air terjun empat tingkat, air terjun Aek Binanga, dan air terjun Lumpatan.
Wakil Ketua LPHD Permata Hijau, Poniran berharap ada dukungan dari Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dan juga Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut) dan KPH 10 Padangsidimpuan. “Kami berharap dapat terwujud agar masyarakat pun dapat sejahtera dengan adanya Pusat Ekowisata Pendakian, Pendidikan, dan Penelitian Gunung Lubuk Raya,” katanya.
Leave a Comment
You must be logged in to post a comment.