
Perubahan Iklim dan Kerusakan Lingkungan Ancam Produksi Padi Sumut 2025
MEDAN, GJI.or.id – Upaya Sumatera Utara (Sumut) untuk mewujudkan target produksi padi tahun 2025 sebanyak 4.572.397 ton Gabah Kering Giling (GKG) dihadapkan pada tantangan serius akibat perubahan iklim dan kerusakan lingkungan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut sebagian wilayah Sumut berpotensi mengalami curah hujan ekstrem lebih dari 2.500 mm per tahun. Angka ini berada jauh di atas ambang normal dan berpotensi memicu banjir yang merusak areal pertanian.
Pelaksana Sekretaris Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Utara,Juwaini mengatakan pihaknya tetap berupaya semaksimal mungkin untuk mewujudkan target produksi padi Sumatera Utara pada tahun 2025, dengan berbagai cara,” katanya, Kamis (2/01/2025).
Produksi padi dari areal tanam seluas 814.638 hektar yang diproyeksikan menghasilkan 4.029.552 ton GKG. Tambahan 542.845 ton GKG akan didorong melalui program optimalisasi lahan seperti irigasi pompanisasi, bantuan pompa, serta pengembangan lahan kering.
“Melalui program dari Kementerian Pertanian itu, diharapkan terjadi peningkatan areal tanam seluas 434.206 hektar dan tambahan produksi sebesar 1.874.033 ton GKG,” ujarnya.
Namun di lapangan, realitas iklim yang makin tak menentu—dari banjir hingga kekeringan—mengancam seluruh rencana produksi. Kepala UPTD PTPH dan PMKP Dinas Ketapang TPH Sumut, H Marino, mengakui bahwa berbagai upaya dilakukan untuk mengantisipasi dampak bencana iklim.
“Sebanyak 130 personil POPT yang tersebar di kabupaten/kota terus siaga mengamankan pertanaman, mulai dari olah tanah hingga panen,” tegasnya.
Langkah-langkah antisipatif pun telah disiapkan: meningkatkan pengamatan terhadap pertanaman, memobilisasi pompa ke gudang Brigade Proteksi Tanaman, hingga rekomendasi teknis seperti normalisasi parit dan pompanisasi untuk areal terdampak banjir.
Selain itu, pendataan terhadap lahan puso akibat bencana iklim juga dilakukan untuk mempercepat bantuan benih dari pemerintah. “Seluruh personil kami di lapangan diminta aktif melaporkan kondisi darurat dan mengaktifkan posko-posko di tingkat desa dan kecamatan,” tambah Marino.
Pelaksana Kepala Bidang Penyuluhan, M Syafrudin Asroi, mengingatkan pentingnya peran Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dalam mendampingi petani di tengah cuaca yang kian ekstrem. “PPL adalah mitra petani dalam mendeteksi dini hambatan di lapangan, demi menjaga hasil panen dan kesejahteraan mereka,” ujarnya.
Perubahan iklim dan kerusakan lingkungan kini menjadi tantangan nyata yang tak bisa diabaikan. Jika tidak diantisipasi dengan serius, mimpi swasembada pangan di Sumatera Utara bisa terancam gagal.
Leave a Comment
You must be logged in to post a comment.