
Upaya Hentikan Penebangan Kayu, Beralih Usaha Madu dan Kopi
TAPANULI TENGAH, GJI.or.id— Tepatnya di Dusun II Paromaan, Desa Tapian Nauli Saurmanggita, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah. Selama bertahun-tahun mayoritas masyarakatnya hidup dari hasil menebang kayu di hutan. Ketiadaan alternatif usaha lain dan sulitnya akses jalan membuat mereka melakukannya meski sadar dengan resikonya. Perkumpulan Samudera mendampingi mereka agar berhenti menebang kayu dan beralih usaha madu dan kopi robusta.
Ketua Perkumpulan Samudera, Timbul Panggabean mengatakan, kawasan hutan yang bersebelahan dengan Dusun II Paromaan merupakan blok barat Ekosistem Batang Toru, yang menjadi habitat penting orangutan tapanuli, harimau, beruang dan lain sebagainya. Menurutnya, kawasan lindung ini semakin rawan terancam jika eksploitasi kayu terus berlangsung.
“Sebenarnya kita ingin melindungi ekosistem Batang Toru, ya, di mana TapianNauli Sauromangita ini masuk blok barat, menjadi salah satu desa yang berada di sekitar kawasan ekosistem Batang Toru. Jadi yang menarik di desa ini bahwa hampir semua warganya, ya, terutama di Dusun Paromaan ini adalah bergerak dalam penebangan kayu, menjadi mata pencaharian utama mereka,” ujarnya.

Dikatakannya, warga sebenarnya ingin menghentikan aktivitas penebangan karena menyadari dampaknya terhadap lingkungan. Namun keterbatasan pilihan membuat mereka tetap melakukannya. Perkumpulan Samudera hadir mendampingi masyarakat Desa Tapian Nauli Saurmanggita mencoba alternatif sumber penghidupan yang lebih berkelanjutan. Hal tersebut berdasarkan diskusi yang sudah dilakukan dalam mencari solusi.
“Oleh karena itu, kita coba berikhtiar, ya, Samudera coba berikhtiar, berdiskusi dengan masyarakat untuk mencari solusi. Kita akan berupaya memberikan sumber pencaharian kepada masyarakat, mereka akan coba kita fasilitasi, bantu, latih, untuk bisa menjadi beterenak madu, dimungkinkan juga melakukan budidaya kopi robusta, ya, dan juga mungkin bisa andaliman,” katanya
Dijelaskannya, berdasarkan informasi yang diperolehnya, aktivitas warga menebang kayu di hutan itu sudah sejauh 8 kilometer dari pemukiman. Padahal, area itu sudah masuk zona inti habitat orangutan. “Itu sudah kawasan lindung, ya, sudah menjadi zona inti habitat orang hutan, ya, yang sangat dilindungi oleh karena itu, kalau itu dibiarkan, kita pastikan populasi orang hutan akan terganggu, satwa orang hutan akan terganggu, sehingga sangat berdampak terhadap ekosistem tersebut,” katanya.
Selain berdampak pada ekosistem, aktivitas penebangan juga mengancam sumber air dan fasilitas penting lainnya, seperti stasiun riset Camp Mayang, milik Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) bekerjasama dengan pemerintah. Permasalahan lainnya, akses jalan yang sulit, terutama untuk membawa hasil tani. Namun menurut Timbul, pembangunan jalan harus diiringi dengan perubahan perilaku masyarakat agar tidak sia-sia.
“Kalau masyarakatnya misalnya masih tetap melakukan perilaku penebangan kayu, dan diangkut pakai truk itu, ya, informasinya setiap malam itu ada turun kayu dari sana, oleh karena itu, ya, jalan itu sangat berpotensi. Jadi, sia-sia juga dibangun nanti. Jikapun dibangun pemerintah, kalau mereka tidak menjaga, ya jalannya akan cepat rusak, gitu,” katanya.
Leave a Comment
You must be logged in to post a comment.