Hidroponik dan Mitigasi Perubahan Iklim: Solusi Pertanian Berkelanjutan
BINJAI, GJI.or.id – Perubahan iklim menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Dengan peningkatan suhu global, perubahan pola curah hujan, dan peningkatan frekuensi peristiwa cuaca ekstrem, sektor pertanian mengalami tekanan yang signifikan. Di tengah tantangan ini, pertanian hidroponik muncul sebagai salah satu solusi inovatif yang berpotensi besar dalam mitigasi perubahan iklim.
Ditemui beberapa Waktu lalu di Jalan Danau Tondano, Kelurahan Sumber Karya, Kota Binjai, dua orang pemuda memanfaatkan lahan seluas 15×15 meter untuk dijadikan tempat pengembangan pertanian dengan pola hidroponik. Sebagaimana diketahui, hidroponik merupakan metode bertani yang tidak menggunakan tanah, melainkan menggunakan larutan nutrisi mineral dalam air.
Tanaman ditanam dengan akar yang terendam dalam air atau media tanam inert seperti perlit, kerikil, atau serat kelapa. Sistem ini memungkinkan kontrol penuh terhadap lingkungan tumbuh tanaman, termasuk nutrisi, cahaya, suhu, dan kelembapan. Dua orang pemuda itu bernama Mardi dan Khairiansyah. Keduanya sepakat untuk berkolaborasi mengembangkan hidroponik sejak Januari 2019.
Mardi mengatakan, upaya yang dilakukannya sama-sama hobi namun terkendala karena keterbatasan lahan. Hidroponik menjadi jawaban untuk memenuhi hobi sekaligus untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Menurutnya, dengan hidroponik meskipun lahannya terbatas namun dapat menghasilkan secara maksimal. Ya, penggunaan ruang/lahan yang efisien merupakan nilai lebih dari hidroponik.
Pada awalnya, mereka membuat media tanamnya dengan bambu sebanyak 3.000 lubang namun hanya bertahan 1 tahun. Selanjutnya, mereka memutuskan menggantinya denganm baja ringan dengan 5.600 lubang. Meskipun modal yang dikeluarkan bertambah, hasil panennya pun juga bertambah. “Setiap hari kita bisa panen 10 – 15 kg. Sebulan, bisa 300 – 350 kg. Tapi memang yang paling ramai di hari Sabtu dan Minggu,” ujarnya.
Mardi mengakui bahwa Harga sayuran hidroponik dua kali lebih mahal dibandingkan sayuran dengan pola konvensional. Hal tersebut tidak merisaukannya karena masyarakat tetap antusias mengkonsumsi sayuran hidroponik. Hal tersebut bisa dilihat Ketika hari Sabtu dan Minggu. Dia mengaku kewalahan dengan banyaknya konsumen yang dating namun kangkung, bayam, pakcoy, kaian dan lainnya yang akan dipanen sudah terlanjur habis.
“Selain itu juga karena bertambahnya kesadaran masyarakat terhadap sayuran sehat,” katanya.
Khairiansyah, rekan Mardi menjelaskan, sayuran hidroponik lebih sehat karena untuk mengendalikan hama pihaknya menggunakan pestisida nabati yang dibuatnya sendiri menggunakan daun-daunan dan lainnya. “Memang belum 100 persen organic. Di sini perlakuannya yang organic. Penyemprotan pestisida nabati secara berkala. Selain mencegah hama, dia juga bisa jadi pupuk daun,” katanya.
Dengan demikian, kebutuhan akan pestisida dan herbisida berkurang secara signifikan, mengurangi dampak negatif pada ekosistem dan emisi bahan kimia berbahaya ke atmosfer.
Begitupun, nutrisi dalam pertanian hidroponik dapat dikelola dan didaur ulang dengan lebih efisien. Ini mengurangi kebutuhan produksi dan pengangkutan pupuk kimia, yang merupakan sumber emisi gas rumah kaca.
Dia menambahkan, dia juga menggunakan perangkap kuning (yellow trap) untuk mengendalikan hama. Perangkap kuning itu berupa botol berwarna kuning yang digantung di atas sayuran. Pada botol tersebut dilumuri semacam cairan lengket. Sebagaimana diketahui, hama menyukai warna yang terang. Warna kuning adalah salah satu yang disukai.
Khairiansyah mengatakan, kelebihan hidroponik salah satunya pada efisiensi penggunaan air. Penggunaan air untuk hidroponik 70-90% lebih sedikit dibandingkan dengan pertanian konvensional. Sistem tertutup hidroponik mendaur ulang air dan nutrisi, yang mengurangi dampak terhadap sumber daya air dan mencegah pencemaran air dari run-off pertanian.
Selain itu, hidroponik memungkinkan produksi tanaman sepanjang tahun tanpa tergantung pada musim, yang mengurangi tekanan pada lingkungan akibat siklus tanam dan panen konvensional. Ini juga memungkinkan penggunaan energi terbarukan untuk pencahayaan dan kontrol iklim dalam rumah kaca atau fasilitas pertanian vertikal.
“Kita tahu bahwa sekarang ini perubahan iklim semakin terasa. Hidroponik memiliki dampak positif pada mitigasi perubahan iklim. Yaitu, solusi pertanian berkelanjutan,” katanya.
Menurutnya, dengan mengurangi emisi gas rumah kaca, penggunaan air, dan penggunaan bahan kimia, serta meningkatkan efisiensi dan produktivitas pertanian, hidroponik membawa harapan baru bagi masa depan pertanian dan lingkungan. Integrasi hidroponik dalam praktik pertanian global dapat menjadi langkah maju dalam upaya melawan perubahan iklim dan memastikan ketahanan pangan di masa depan.
Leave a Comment