GJI Gelar Pelatihan SMART Patrol bagi 40 Warga di Lanskap Batang Toru
MEDAN, GJI.or.id – Sebanyak 40 orang dari 3 desa dan 1 dusun di Tapanuli Utara mengikuti pelatihan SMART Patrol yang diselenggarakan oleh Green Justice Indonesia (GJI) di sebuah hotel di Sipirok pada Senin – Selasa (18/19/3/2024). Kegiatan ini dilakukan dalam rangka pengelolaan hutan sesuai dengan kearifan local masyarakat di Lanskap Batang Toru.
Dari Desa Simardangiang, Desa Pangurdotan, Kecamatan Pahae Julu, Desa Sitolu Ompu, Kecamatan Pahae Jae dan Dusun Hopong, Desa Dolok Sanggul, Kecamatan Simangumban, masing-masing diwakili 10 orang.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengkolaborasikan penjagaan dan pengawasan hutan melalui pengetahuan hukum adat. mengetahui dasar-dasar pelaksanaan patrol dan penanganan strategi tindak lanjut hasil temuan tim lapangan,serta meningkatkan efektivitas alur data dan infromasi pelaksanaan kegiatan patrol/monitoring berbasis SMART.
Sebagaimana diketahui, hutan adalah sumber daya alam yang memiliki peran strategis dalam kehidupan manusia. Mengingat hutan mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah erosi, mencegar banjir, mencegah ilustrasi air laut dan memelihara kesuburan tanah.
Hutan juga dianggap produsen oksigen terbesar karena terdapat tanaman- tanaman/pepohonan besar yang berfotosintesis setiap harinya. Perlindungan hutan merupakan suatu upaya untuk menjaga, melindungi dan mempertahankan hutan dari berbagai gangguan yang dapat mengganggu dan merusak sumber daya alam yang ada di dalamnya seperti flora dan fauna, biota laut, ekosistem, habitat, tata air dan lain-lain.
Lebih lanjut konsep pengamanan hutan berbasis partisipasi masyarakat setempat dilandasi pemahaman bahwa masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan telah memahami karakteristik potensi kawasan hutan, dapat hidup selaras dan serasi, menikmati dan menjaga tempat tinggalnya dari kerusakan.
Pengelolaan kawasan hutan di Tapanuli Utara kurang efektif karena pengelolaan yang dilakukan belum mencapai tujuan yang ditetapkan mengingat luasnya kawasan hutan yang dikelola dan banyaknya permasalahan gangguan terhadap kawasan hutan.
Penyelenggaraan pengamanan kawasan konservasi berbasis masyarakat didasarkan pada pemahaman bahwa untuk menciptakan kondisi aman dan tertib tidak hanya dilakukan oleh Polhut melainkan juga melibatkan masyarakat yang selama ini menjadi obyek.
Keempat desa dan dusun ini wilayahnya berbatasan langsung dengan hutan. Berdasarkan SK Bupati Tapanuli Utara, Nomor : 04 tahun 2021 tentang pengakuan dan perlindungan MHA (Masyarakat Hukum Adat).
Penerbitan SK tersebut memberikan motivasi kuat dan semakin bersemangat untuk melakukan pengelolaan hutan dengan model pengelolaan hutan yang berbasis desa adat. Dapat pula di maknai sebagai model pengelolaan hutan yang berbasis kearifan lokal (hukum adat).
Dalam menjaga kelestarian hutan tersebut, dengan mengingat pula hutan memiliki potensi hasil hutan, yang berkaitan dengan keberadaan akan hasil hutan bukan kayu. Usaha dan upaya dalam mengelolaan kearah optimalisasi terhadap keberadaan hutan tetap lebat berdirinya pepohonan agar mampu menjaga mata air bagi warga.
Keamanan hutan dilaksanakan berbasis adat dengan didasarkan konsep menurut adat dan budaya Masing-masing, yakni konsep “Pargomgom Forest” yang sudah sejak dulu ada dan dilaksanakan di Masing-masing wilayah.
Wujud konkritnya ada “Parpatihan” di Desa Simardangiang dan Desa Pangurdotan dan “Panjago Aek” di Dusun Hopong, telah mengatur mengenai kewajiban untuk menjaga kelestarian dan keamanan hutan adat.
Bahkan secara khusus dibentuk pengurus parpatihan di Desa simardangiang, Saat ini baru berjumlah 7 orang, Yang berperan aktif melakukan pengamanan dan pengawasan menjaga kelestarian hutan terutama mengenai pengamanan komoditi HHBK kemenyan (Haminjon).
Sehubungan dengan hal tersebut, penerapan budaya lokal dan pelibatan desa dalam pengelolaan hutan menjadi kekuatan tersendiri, agar hutan tetap lestari, dan masyarakat tetap bisa sejahtera.
Dalam pengelolaan kegiatan menjaga hutan masyarakat Bersama GJI memerlukan sistem pengelolaan data yang baik, guna mengukur serta meningkatkan kinerja pengelolaan dalam mencapai tujuan-tujuan.
Pengelolaan.SMART (Spatial Monitoring and Reporting Tool ) merupakan sistem pengelolaan data kegiatan lapangan yang mulai dipergunakan di Indonesia sejak 2011.
SMART dilengkapi Cybertracker memberikan kemudahan bagi tim lapangan dalam mengambil data dan proses input data ke dalam komputer. Sistem SMART menghasilkan basis data yang terintegrasi mulai dari tingkat tapak/ lapangan hingga pusat.
SMART merupakan tool baru yang dikembangkan untuk mengukur, mengevaluasi, dan meningkatkan efektivitas pemantauan dan aktivitas konservasi berbasis lokasi. SMART dibuat dan dikembangkan oleh berbagai kelompok praktisi konservasi dari berbagai organisasi.
Partisipasi masyarakat setempat perlu dimunculkan dan didorong untuk lebih aktif dengan mengkolaborasikan hukum adat dan sistem pengelolaan data yang baik. Menjadi kebutuhan untuk melakukan kegiatan pelatihan peningkatan kapasitas seluruh tim patroli dibekali pengetahuan teknik-teknik pengawasan berbasis adat sehingga di lapangan dapat menjalankan tugasnya sesuai prosedur yang berlaku, memecahkan permasalahan yang dihadapi, membantu organisasi mencapai tujuan secara efektif dan efesien.
Dengan dilaksanakannya kegiatan ini diharapkan masyarakat menjadi agen utama dalam menjaga hutan dari berbagai ancaman, menjaga biodiversity serta kekayaan alam yang ada di wilayahnya. Selain itu, terjadi kolaborasi harmonis penjagaan dan pengawasan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan dikelola dengan system SMART.
Selain itu, tim patroli mengetahui dan memahami dasar dan strategi tindak lanjut temuan di lapangan. Kemudian, terdapat alur data dan informasi pelaksanaan kegiatan patroli/monitoring berbasis SMART berjalan efektif dan optimal.
Kegiatan ini sendiri sudah diawali dengan beberapa persiapan sejak Agustus 2023 dengan metode diskusi kampung di 4 desa dan dusun tersebut untuk menggali peraturan adat dan budaya yang berlaku di desanya terutama dalam hal pengelolaan hutan. Dari diskusi kampung itu kemudian dibentuk tim patrol.
Kegiatan ini selain menghadirkan Manajer Program GJI, Sofian Adly, juga narasumber lain dari beberapa instansi seperti Kepala KPH XII Tarutung, OIC dan juga mentor yang memberikan materi tentang pengenalan patroli, pengelanan dan praktik penggunaan GPS, pelatihan pendokumentasian satwa dan tumbuhan serta navigasi darat dan peta.
Leave a Comment